Tidak ada data tertulis tentang asal usul Suku Dayak Tunjung ini. Kita dapat mengetahui asal usul mereka hanya dari cerita-cerita rakyat dari orang-orang tua yang didapat secara turun temurun. Konon menurut cerita Suku Dayak Tunjung ini berasal dari dewa-dewa yang menjelma menjadi manusia untuk memperbaiki dunia yang sudah rusak yang terkenal dengan sebutan “Jaruk’ng Tempuq”. Jaruk’ng adalah nama dewa yang menjadi manusia dan Nempuuq atau Tempuuq berarti terbang.
Nama suku Dayak Tunjung ini menurut mereka adalah Tonyooi Risitn Tunjung Bangkaas Malikng Panguruu Ulak Alas yang artinya Suku Tunjung adalah paahlawan yang berfungsi sebagai dewa pelindung. Nama asli suku Tunjung ini adalah Tonyooi. Sedangkan kata Tunjung sendiri dalam bahasa dayak Tunjung adalah “Mudik” atau menuju arah hulu sungai. Ceritanya demikian. Pada suatu hari Seorang Tonyooi Mudik dan bertemu dengan orang Haloq (Sebutan Suku Dayak kepada seseorang yang bukan dayak dan beragama Muslim) kemudian Haloq tersebut bertanya pada Tonyooi ingin pergi kemna, kemudian si Tonyooi Menjawab “Tuncuuk’ng”, maksudnya mudik. Orang Haloq lalu terbiasa melihat orang yang seperti ditanyainya tadi disebut “Tunjung” dan hingga sekarang namanya tersebut masih dipergunakan.
b. Penyebaran
Sesuai dengan ceritalegenda dayak kubar, Sualas Gunaaq (keturunan tunjung) menjadi Raja ke II Kerajaan Sentawar dimana keturunan Suku Tunjung diamni., sebelumnya ayahnya yang bernama Tulur Aji Jangkat. Tetapi karena Tekanan Kerajaan KUtai Kertanegara serta larangan pemerintah Belanda tentang kebiasaan (adat) mereka mengayau (memotong kepala), lalu suku Dayak Tunjung ini berpindah dan menyebar kepedalaman atau tempat yang berjauhan satu sama lainnya. Akibat penyebaran itu terjadilah sedikit perbedaan logat bahasa dan wujud kebudayaan, tetapi tidak begitu mendasar. Akibat penyebaran ini sehingga terjadi berbagai macam jenis yaitu:
- Tunjung Bubut, mereka mendiami daerah Asa, Juhan Asa, baloq Asa, Pepas Asa, Juaq Asa, Muara Asa, Ongko Asa, Ombau Asa, Ngenyan Asa, Gemuhan Asa, Kelumpang dan sekitarnya.
- Tunjung Asli, Mendiami daerah Geleo (baru dan Lama)
- Tunjung Bahau, Mendiami Barong Tongkok, Sekolaq Darat, Sekolaq Muliaq, Sekolaq Oday, Sekolaq Joleq dan sekitarnya.
- Tunjung Hilir, mendiami wilayah Empas, Empakuq, Bunyut, Kuangan dan sekitarnya.
- Tunjung Lonokng, mendiami daerah seberang Mahakam yaitu Gemuruh, Sekong Rotoq, Sakaq Tada, Gadur dan sekitarnya.
- Tunjung Linggang, mendiami didaerah dataran Linggang seperti Linggang Bigung, Linggang Melapeh, Linggang Amer, Linggang Mapan, Linggang Kebut, Linggang Marimun, Muara Leban, Muara Mujan, Tering, Jelemuq, lakan bilem, into lingau, muara batuq dan wilayah sekitarnya.
- Tunjung Berambai, mendiami Wilayah hilir sungai Mahakam seperti Muara Pahu, Abit, Selais, Muara Jawaq, Kota Bangun, Enggelam, Lamin Telihan, Kembang janggut, Kelekat, dan Pulau Pinang.
c. Sistem Kekerabatan
Prinsif kekerabatan yang dianut oleh suku dayak tunjung ialah prinsif bilateral, yang menghitung system kekerabatan dari pihak pria maupun wanita. Setiap individu termasuk dalam kekerabatan ayah dan ibunya, anak-anaknya mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap keluarga pihak ibu maupun ayah.
Kelompk kekerabatan suku dayak tunjung terikat oleh hubungan kekerabatan yang disebut Purus.. purus dihitung berdasarkan hubungan darah dan hubungan yang timbul melalui perkawinan. Kelompok kekerabatn yang diperhitungkan melalui purus disebut batak. Individu yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dalam suatu kelompok disebut sebatak (batak tai) dan yang bukan disebut batak ulunt.
Perkembangan desa yang berasal dari sebuah rumah panjang (Luu) masih tetap mengikat penduduk menjadi suatu komunitas desa. Pada masyrakat dayak Tunjung juga terdapat pelapisan social yang dibedakan dengan tajam sekali ketika susunan pemerintahan desa adat (jaman lamin kuno) masih berlaku. Hilangmya pelapisan social adalah pengaruh masuknya pemerintah belanda kedaerah tempat orang-orang dayak bermukim. System perbudakan yang ada dihapuskan bersamaan dengan pelarangan potong kepala (mengayau) yang dalam bahasa tunjung disebut balaaq. susunan pelapisan social masyarakat tunjung pada jaman dulu adala:
- Hajiiq (Golongan Bangsawan), mereka terdiri dari raja beserta keturunannya, pemengkawaaq (pengawal raja) dan mantik tatau ( bawahan pemengkawaaq yang berhubungan langsung dengan rakyat) dengan semua keturunanya.
- Merentikaq merentawi disingkat merentikaq (golongan merdeka atau golongan biasa) mereka tidak termasuk golongan hajiq ataugolongan hamba sahaya. Golongan merentikaaq ini mempunyai hak untuk menarikan Tarian Calant caruuq, karena mereka keturunan asli dari Sengkereaq.
- Ripat (hamba sahaya), golongan ini mengabdikan diri pada Golongsn hajiiq.
d. Sistem Religi
Agama asli suku dayak tunjung adalah Animisme, mereka percaya kepada roh-roh, yaitu roh yang baik dapap memberikan perlindungan dan keselamatan sedangkan roh jahat suka menggangu manusia. Roh jahat terkadang dijadikan sahabat. Pandangan mereka bila roh jahat itu telah menjadi sahabat, maka roh tersebut dapat disuruh untuk membinasakan lawannya. (Black Magic). Orang yang dapat berhubungan dengan para roh disebut belian (Dukun Pawang) dan menjadi pemimpin upacara-upacara tradisional suku dayak tunjung. Dalam melaksanakan upacara adat, pemeliatn menggunakan pakain (yurk) tampa memakai baju. Warna pakaian (yurk) ini adalah putih yang dbuat dari kain koplin atau belacu yang dihiasi dengan kain warna warni (merah, biri, hitam, kuning, hijau) berbentuk garis-garis dan daun-daun. Patung belontang digunakan dalam upacara buang bangkai (kwangkai) berbentuk seorang manusia dan ada pula patung yang digunakan untuk pelas desa (bersih desa) berbentuk tiang (tonggak) yang diukir berbentuk guci terdapat ukiran berbentuk bunga teratai. Rata-rata tinggi patung sekitar 1 meter stngah dan diameternya kurang lebih 30 cm. Suku dayak tunjung mengenal beberapa macam roh jahat atau yang disebut nayu: a. Nayu Ramoy Nalok, yaitu roh jaha yang haus akan darah. Roh ini dijadikan sahabat unutk mendapatkan kekuatan. b. Juata Nayu,yaitu roh buaya yang digunakan untuk membalas dendam. c. Bintuhn Molu (hantu banci) roh yang selalu iri dengaki dengan kaum ibu-ibu yang melahirkan. Roh ini dapat membinasakan bayi dan ibunya. d. Nayu Mulang yaitu roh musuh yang suka mengayau. Bila roh ini menampakan dirinya maka berarti aka nada malapetaka atau bahaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar